Postingan

Bisikan Senja di Ruang Hening

Gambar
Bisikan Senja di Ruang Hening karya : Muhammad Maulana Firmansyah Di sudut ruang, waktu berdetak perlahan, Menghitung debu yang jatuh tanpa sapaan. Bukan ketiadaan suara, ini sunyi yang menggigit, Sebuah tirai tak terlihat yang hati terlipat. Aku berdiri di panggung yang megah dan hampa, Dikelilingi riuh, namun jiwa tetap nelangsa. Kesepian ini bukan jarak, tapi jurang di dada, Di mana setiap tawa terasa asing, sia-sia. Cermin memantul, sepasang mata yang lelah dan layu, Menyimpan jutaan kata yang tak pernah terungkap. Jejak langkahku hanya menggema di sebuah lantai beku yang ku injak, Mencari kehangatan yang entah di mana berteduh. Jika rindu adalah hujan, ia bakalan turun tanpa jeda, Membasahi sebuah ingatan yang enggan beranjak tiba. Namun, di samudra yang hening ini, tiada perahu yang pernah datang, Hanya aku dan bayanganku seorang yang saling menggenggam. Sunyi adalah selimut tebal yang memeluk erat, Menyembunyikan tangis yang tak sempat terjerat. Kesepian adalah melod...

Diary - 15 September 2025

Senin, 15 September 2025. Aku mulai bangun dengan rasa yang begitu mengangutuk dan menyapa pagi hari ini seperti biasanya, dengan ditemani sebuah secangkir hangatnya kopi dan hangatnya Indomie, walaupun begitu sederhana dari itu lah aku belajar bahwa hal yang sangat begitu sulit dari diri kita adalah untuk tetap bersyukur. Aku menyambut pagi ku dengan sangat penuh kehangatan dan senyuman kecil yang ada diwajahku, karena dimana pembelajaran dikampus dan sebuah perjalanan seorang anak yang pemalu ini akan segera dimulai. ‎ ‎Pada hari pertama pembelajaran,  kampus pun dimulai dengan di adakannya daring kerana kelas ku tidak mendapatkan ruangan yang akan diisi banyak orang-orang baru. Walaupun daring, aku sangat bersyukur karena adanya dua mahasiswa yang satu kelas dengan ku berkenan untuk zoom bersama diriku, obrolan kecil pun selalu berdatangan dengan diawali saling berkenalan 1 sama lain, dan berbagi pengalaman selama sebelum masuk di dunia perkuliah-an dengan diikuti sebuah tawa...

Diary - 14 September 2025

Hari ini, Minggu, 14 September 2025. Aku memulai membuka kembali setiap lembar-lembar halaman kosong pada buku harian ku dan aku mulai untuk menulis nya kembali dengan menggunakan pena yang berwarna hitam. Meski di tengah desir angin dan hangatnya matahari pagi yang menetes perlahan di balik tirai jendela, aku menuliskan ini sebagai saksi dari hatiku yang berdetak, penuh rasa dan tanda tanya, pada hari ini. ‎ ‎Pagi yang Memulai Dengan Begitu Amat Berat Tapi Sangat Penuh Harapan Ini, Aku terbangun dengan rasa mengantuk yang begitu dalam seperti selimut mimpi yang belum rela untuk dilepaskan. Tapi di balik rasa berat itu, kutemukan satu bisikan kecil dari hatiku “Hari baru, meski tak begitu sempurna, tapi tetap berharga.” Hawa yang begitu dingin menyentuh kulit ku, membangkitkan kepedihan lama yang seolah tak pernah luruh untuk sepenuhnya. Namun aku paksa langkahku untuk mulai bergerak mandi, menyapu sebuah debu di sudut kamar pikiran, menyegarkan sebuah jiwa dengan secangkir kopi yang...

Diary - 10 September 2025

Rabu, 10 September 2025 : Pagi ini bertempatan pada hari rabu tanggal 10, aku membuka mata dengan rasa lelah yang belum sepenuhnya pergi. Namun, aku tahu tentang hari ini yang harus segera dimulai. Air mandi yang menyegarkan menjadi awal kecil untuk membersihkan rasa ngantuk yang tersisa. Setelah itu, secangkir kopi hangat hadir sebagai teman yang setia menemani pikiranku yang masih mencari arah untuk aku tuju. ‎ ‎Aku melangkah keluar dari kamar kos yang kecil ini dengan niat baik, berharap menemukan sebuah pekerjaan sampingan yang bisa sedikit meringankan langkahku di hari-hari yang mendatang. Aku mengetuk beberapa pintu, mencari kesempatan, tapi ternyata tak ada satu pun yang terbuka. Rasa kecewa sempat mampir, tapi aku belajar untuk tidak memeliharanya terlalu lama. Hidup memang tak selalu mudah seperti apa yang aku bayangkan, namun masi tetap ada ruang untuk diriku bersyukur. ‎ ‎Siang menjelma, perutku berteriak meminta haknya yaitu makan. Aku berjalan kaki, menapaki jalan ya...

Diary - 9 September 2025

9 September 2025, ‎ ‎Aku terbangun di pagi hari bersama cahaya yang menyusup dari balik jendela. Udara masih lembut dan segar, menyapa tubuh yang baru terjaga. Setelah mandi, secangkir kopi yang hangat menjadi teman, dan juga ditambah dengan aroma mie yang sederhana namun mengenyangkan. Pagi ini terasa seperti pesan kecil bahwa kebahagiaan bisa sesederhana itu. ‎ ‎ ‎Pagi menjelang siang pada hari ini aku melangkah ke kampus untuk mengambil KTM (kartu tanda mahasiswa). Sebuah kartu kecil, namun menyimpan arti besar seperti tanda dimulainya langkah baru dalam perjalanan untuk menggapai ilmu dan impian. Setelah itu, aku kembali ke kos yang kecil tapi berkesan bermakna dengan hati yang sedikit lebih ringan. ‎ ‎ ‎Pada sore harinya, Aku berjalan menelusuri senja. Langkahku menyapa jalanan yang ramai, mataku menatap langit yang perlahan berubah menjadi jingga. Senja mengajarkan ku bahwa perpisahan pun bisa indah, dan setiap hari yang berakhir menyimpan janji akan esok yang baru. ‎ ‎...

message for all of you.

Halo, sebelum nya aku sangat minta maaf jika aku ada salah dari tutur kata atau tingkah ku yang membuat kalian risih dan kesal dan aku sangat² mengucapkan terimakasih banyak sudah mau melihat isi pesan yang aku kirim kan melalui link blogs ku... Aku menulis ini untuk kalian semua secara pribadi, karena aku ingin mengucapkanya tapi aku maasih ragu untuk mengungkapkanya secara lisan. Hari ini adalah tanggal 4 Septermber 2025 dan PKKMB sebentar lagi telah usai, hanya tersisa 2 hari lagi. Namun sebelum semua itu berakhir, aku sangat ingin menyampaikan sesuatu yang sederhana, tapi ini sangat tulus dari hatiku sendiri yaitu sebuah ucapan terima kasih, walaupun ini aku kirim ke kalian semua secara pribadi dan acara pkkm telah usai🙏. Terima kasih banyak karena kalian sudah menerima diriku apa adanya. Terima kasih karena kebersamaan kita selalu dipenuhi tawa, kerja sama, dan rasa saling mendukung, tanpa pernah ada yang merasa terbebani atau dibeda-bedakan. Waktu kita memang sangatlah singkat,...

Surat Semesta

Surat Semesta Di malam sunyi tanpa alamat, langit menulis pesan lewat bintang-bintang, angin berbisik dalam bahasa rahasia, dan daun gugur pun menyampaikan salam. Kepada jiwa-jiwa yang mencari arti, semesta menulis surat tanpa tinta melalui peluh di dahi petani, melalui air mata di pipi sunyi. "Jangan kau tanya mengapa badai datang, tanyalah dirimu, apa yang telah kau tanam. Jangan kau sesali kepergian, sebab kehilangan adalah guru yang diam." Surat itu tak dikirim lewat pos, tapi lewat denting waktu yang tak bisa kau tolak. Setiap pagi yang menyala, setiap senja yang redup, adalah amplop-amplop dari langit yang menunggu untuk dibuka dengan hati. Semesta tak pernah membentak, ia hanya memberi tanda— di patahnya harapan, di tumbuhnya harapan baru, di sunyinya malam, dan riuhnya doa-doa yang tak bersuara. Bacalah, wahai manusia, dengan mata yang tak hanya melihat, tapi juga memahami. Karena surat semesta bukan untuk dibaca, tapi untuk dirasakan, ~u...

hujang yang selalu turun setiap malam hari

~ ucup. Dalam gelapnya malam, ada seorang anak yang tak pernah lelah menumpahkan air matanya. Tangisnya bukan sekadar suara, melainkan doa yang tercekat di antara hening. Ia merindukan pelukan yang tak pernah datang, menyimpan luka yang tak pernah ditanyakan. Di balik sunyi, ia berbicara dengan bintang, seolah hanya langit yang sudi mendengarkan keluhannya. Air matanya jatuh, menjadi lautan kecil yang menenggelamkan sepi, namun juga menjadi saksi bahwa hatinya masih kuat untuk bertahan, meski dunia tak pernah benar-benar peduli.