Diary - 14 September 2025

Hari ini, Minggu, 14 September 2025. Aku memulai membuka kembali setiap lembar-lembar halaman kosong pada buku harian ku dan aku mulai untuk menulis nya kembali dengan menggunakan pena yang berwarna hitam. Meski di tengah desir angin dan hangatnya matahari pagi yang menetes perlahan di balik tirai jendela, aku menuliskan ini sebagai saksi dari hatiku yang berdetak, penuh rasa dan tanda tanya, pada hari ini.

‎Pagi yang Memulai Dengan Begitu Amat Berat Tapi Sangat Penuh Harapan Ini, Aku terbangun dengan rasa mengantuk yang begitu dalam seperti selimut mimpi yang belum rela untuk dilepaskan. Tapi di balik rasa berat itu, kutemukan satu bisikan kecil dari hatiku “Hari baru, meski tak begitu sempurna, tapi tetap berharga.” Hawa yang begitu dingin menyentuh kulit ku, membangkitkan kepedihan lama yang seolah tak pernah luruh untuk sepenuhnya. Namun aku paksa langkahku untuk mulai bergerak mandi, menyapu sebuah debu di sudut kamar pikiran, menyegarkan sebuah jiwa dengan secangkir kopi yang hangat dan pahit tapi sangat menenangkan bagi diriku.

‎Di luar sana, dunia pun mulai bergerak, burung sudah mulai berkicauan, kendaraan yang mulai meraung-raung, dan orang-orang yang selalu buru-buru. Semua seperti bagian dari satu panggung teater yang tak pernah henti. Aku merasa begitu kecil di antara keramaian itu, tapi aku juga yakin bahwa tiap detik aku selalu punya makna jika aku mampu mendengarnya dengan hati.

‎Tak lama kemudian, matahari semakin tinggi, suhu makin menyengat begitu pula perasaan yang ada di dalam dada. Ada keputusan yang harus dibuat hari ini, antara terus bertahan dalam kelelahan atau memberi jeda untuk merawat luka yang sudah menahun.

‎Aku merenung dari mana semua ini bermula mungkin dari harapan yang terlalu besar, atau dari rasa ingin membahagiakan orang lain sampai lupa dengan membahagiakan diriku sendiri. Ada orang yang kutemui, senyumnya ringan, kata-katanya lembut, tapi entah kenapa hatiku tetap gundah. Kutanya pada diriku sendiri "apakah aku terlalu menuntut kesempurnaan pada diriku sendiri?? Ataukah aku sangat terlalu takut untuk mengecewakan??"

‎Pada siang hari ini, aku belajar bahwa kesedihan itu bukan sebuah kelemahan melainkan kesedihan itu hanya bukti bahwa diriku adalah manusia. Dan bahwa memberi ruang pda diri ku sendiri untuk menangis, bukan berarti aku memilih untuk menyerah.


‎Waktu sore pun datang dengan cahaya yang mulai memudar di ufuk barat. Ada pertemuan kecil yang tak akan pernah untuk direncanakan sebuah sahabat lama, senyum yang begitu familiar, dan tawa yang selalu mengalir meski dengan sendu. Percakapan selalu tiba walau sangat amat ringan tapi sangat bermakna untuk mengenang masa lalu yang telah usai, berbagi sebuah luka, dan saling menguatkan satu sama lain bahwa kita tak pernah sendiri dalam kerapuhan ini.

‎Aku menyadari sebuah percakapan dengan sahabat lamaku, bahwa dukungan itu tidak akan selalu datang dengan kata-kata besar, terkadang hanya dengan hadirnya seseorang di dekatku. Kadang, cukup dengan mendengarkannya, atau sekadar duduk bersama meskipun kita hanya diam.

‎Tak terasa waktu membawaku kembali kepada keheningan malam. Aku mulai menarik tirai yang ada di kamar ku, melihat langit yang sudah begitu amat begitu gelap, sesekali sebuah kerlipan bintang memecahkan warna hitam yang ada di langit. Keheningan pun menyapa, membawa ruang bagi segala kegundahan, harapan, kenangan yang belum tersapa.

‎Aku menulis ini untuk diriku sebagai catatan terakhir pada hari ini : 

‎Terima kasih untuk harapan-harapan kecil yang tak pernah mati, meski kadang harapan itu terasa pudar.

‎Maaf untuk segala kataku yang tak terucap, dan maaf untuk sebuah lukaku yang tak tersembuhkan pada hari ini.

‎Harapan ku untuk esok. Semoga aku bisa lebih kuat, lebih sabar, lebih mampu mencintai diri sendiri seperti aku ingin orang lain mencintaiku.

‎Aku berdoa untuk diriku sendiri semoga malam ini memberiku sebuah tidur yang begitu nyenyak, mimpi yang menenangkan, dan semoga esok pagi menyambutku dengan sebuah senyuman.


"Kesendirian adalah waktu yang sangat begitu tepat, untuk kita memahami dan mempelajari diri kita sendiri lebih dalam."


‎Semoga aku tak pernah takut untuk terus mencari, terus bertanya, dan terus untuk melangkah berjalan. Karena dalam setiap langkah yang goyah, akan selalu ada kekuatan yang tumbuh.

‎Selamat malam untuk diriku, buku harianku. Semoga semesta akan selalu mendengarkan. -Ucup.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

message for all of you.

Surat Semesta

Diary - 10 September 2025