Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2025

Surat Semesta

Surat Semesta Di malam sunyi tanpa alamat, langit menulis pesan lewat bintang-bintang, angin berbisik dalam bahasa rahasia, dan daun gugur pun menyampaikan salam. Kepada jiwa-jiwa yang mencari arti, semesta menulis surat tanpa tinta melalui peluh di dahi petani, melalui air mata di pipi sunyi. "Jangan kau tanya mengapa badai datang, tanyalah dirimu, apa yang telah kau tanam. Jangan kau sesali kepergian, sebab kehilangan adalah guru yang diam." Surat itu tak dikirim lewat pos, tapi lewat denting waktu yang tak bisa kau tolak. Setiap pagi yang menyala, setiap senja yang redup, adalah amplop-amplop dari langit yang menunggu untuk dibuka dengan hati. Semesta tak pernah membentak, ia hanya memberi tanda— di patahnya harapan, di tumbuhnya harapan baru, di sunyinya malam, dan riuhnya doa-doa yang tak bersuara. Bacalah, wahai manusia, dengan mata yang tak hanya melihat, tapi juga memahami. Karena surat semesta bukan untuk dibaca, tapi untuk dirasakan, ~u...

hujang yang selalu turun setiap malam hari

~ ucup. Dalam gelapnya malam, ada seorang anak yang tak pernah lelah menumpahkan air matanya. Tangisnya bukan sekadar suara, melainkan doa yang tercekat di antara hening. Ia merindukan pelukan yang tak pernah datang, menyimpan luka yang tak pernah ditanyakan. Di balik sunyi, ia berbicara dengan bintang, seolah hanya langit yang sudi mendengarkan keluhannya. Air matanya jatuh, menjadi lautan kecil yang menenggelamkan sepi, namun juga menjadi saksi bahwa hatinya masih kuat untuk bertahan, meski dunia tak pernah benar-benar peduli.